SILATURAHIM HALAL BI HALAL SMA NEGERI 2 SURAKARTA 1433 H


Halal Bi Halal merupakan tradisi berkumpul sekelompok orang Islam di Indonesia dalam suatu tempat tertentu untuk saling bersalaman sebagai ungkapan saling memaafkan agar yang haram menjadi halal. Umumnya, kegiatan ini diselenggarakan setelah melakukan shalat Idul Fitri.
 
SMA Negeri 2 Surakarta mengadakan acara Halal Bi Halal sebagai upaya untuk saling memaafkan dan memperat tali silaturahim yang diselenggarakan di Aula SMA Negeri 2 Surakarta pada 25 Agustus 2012. Acara ini dihadiri oleh seluruh keluarga besar SMA Negeri 2 Surakarta dan beserta tamu undangan diantaranya Bapak Ichwan Dardiri, Bapak Sudjinto, Ibu Endang Sri Kusumaningsih, serta tamu undangan yang lain.
Halal bihalal, dua kata berangkai yang sering diucapkan dalam suasana Idul Fitri, adalah satu dari istilah  yang hanya dikenal oleh masyarakat Indonesia. Istilah tersebut seringkali menimbulkan tanda tanya tentang maknanya, bahkan kebenaranya dalam segi bahasa, walaupun semua pihak menyadari tujuannya adalah menciptakan keharmonisan antara sesama
Ada dua makna yang dapat dikemukakan menyangkut pengertian istilah tersebut, yang ditinjau dari dua pandangan. Yaitu pertama, bertitik tolak dari pandangan hukum Islam dan kedua berpijak pada arti kebahasaan.

Menurut pandangan pertama , dari segi hukum : kata halal biasanya dihadapkan dengan kata haram. Haram adalah sesuatu yang terlarang sehingga pelanggarannya berakibat dosa dan mengundang siksa, demikian kata para pakar hukum. Sementara halal adalah sesuatu yang diperbolehkan dan tidak mengundang dosa. Jika demikian halal bihalal adalah menjadikan sikap kita terhadap pihak lain yang tadinya haram dan berakibat dosa, menjadi halal dengan jalan mohon maaf.

Menurut pandangan kedua dari segi bahasa : akar kata halal yang kemudian membentuk berbagai bentukan kata, mempunyai arti yang beraneka ragam, sesuai dengan bentuk dan rangkaian kata berikutnya. Makna-makna yang diciptakan oleh bentukan-bentukan tersebut, antara lain, berarti “menyelesaikan problem”, “meluruskan benang kusut”, “melepaskan ikatan”, dan “mencairkan yang beku”.

Jika demikian, berhalal bihalal merupakan suatu bentuk aktivitas yang mengantarkan para pelakunya untuk meluruskan benang kusut, menghangatkan hubungan yang tadinya membeku sehingga cair kembali, melepaskan ikatan yang membelenggu, serta menyelesaikan kesulitan dan masalah yang menghalangi terjalinnya keharmonisan hubungan. Boleh jadi hubungan yang dingin, keruh, dan kusut tidak ditimbulkan oleh sifat yang haram. Ia menjadi begitu karena kita lama tidak berkunjung kepada seseorang, atau ada sikap adil yang kita ambil namun menyakitkan orang lain, atau timbul keretakan hubungan dari kesalahpahaman akibat ucapan yang tidak disengaja. Kesemuanya ini, tidak haram menurut pandangan hukum, namun perlu diselesaikan secara baik, yang beku dihangatkan, yang kusut diluruskan, dan yang mengikat dilepaskan.

Itulah makna serta substansi halal bihalal, atau jika istilah tersebut enggan digunakan, katakanlah bahwa itu merupakan hakikat Idul Fitri, sehungga semakin banyak dan seringnya kita mengulurkan tangan dan melapangkan dada, dan semakin parah luka hati yang kita obati dengan memaafkan, maka semakin dalam pula penghayatan dan pengamalan kita terhadap hakikat halal bi halal. Bentuknya memang khas Indonesia, namun hakikatnya adalah hakikat ajaran Islam